Assalaamu’alaikum W W
Aku Mencintaimu Karena Allah
Aku mencintaimu karena Allah
Allahlah, Tuhan Alam Semesta yang memerintah
Sungguh patut kalimat ini berjaga dalam aliran darah
Karena aku akan mencintaimu bila kau mentaati aturan Allah
(Jakarta, 8 April 2010, sekitar 17.00 WIB)
Wahai Pengantin Cinta
Betapa buaian menantimu
Wahai pengantin bulan madu
Bersemarak rasa dalam ridho Tuhanmu
Memacu darah melanjutkan fitrah dan rindu
Menikmati fitrahNya bersatu pula rasa
Pupus alam semesta dalam asmara dahana
Semua di bawah lindunganNya, Sang Maha Pencipta
Bila kita mengerti jalanNya, jalan para manusia utama
Selamat bagi para Pencita dan Pencinta!
Cepatlah engkau mencari si belahan jiwa!
Carilah tulang rusukmu yang engkau damba!
Cinta sejatimu yang bergariskan ridho Illahi semata!
Karena sudah jelaslah pula tak usah segaris mata
Allah Tuhan Semesta Alam Pemilik segala macam rupa
Tak adalah arti sempurna kecuali apa yang diridhoiNya
Dan itu adalah kenikmatan yang paling paripurna sempurna
(Jakarta, 8 April 2010, 22.05 WIB)
Seorang kawan bertanya kepada saya dalam sebuah diskusi agama yang benar-benar terjadi:
“Apakah cinta itu? Bagaimanakah mencintai karena Allah itu?”, tanyanya melalui sebuah kiriman SMS.
Saya kemudian menjawabnya melalui kiriman SMS pula, lebih-kurang adalah sebagai berikut ini, wallahu a’lam bis shawab, astaghfirullah al ’azhiim:
”Pertanyaanmu berat juga. Tapi insyaAllah, mencintai, adalah meridhai apa yang dicintai, dan ridha terhadap apa yang dilakukan yang dicintainya itu terhadap dirinya.”
“Kalau yang dicintainya itu adalah sesama makhluk, maka percintaan itu, sebagai muslim, sebaik-baiknya adalah dalam aturan Islam, dan tunduk kepada (aturan) Sang Pencipta cinta, Sang Pencipta makhluk dsb. itu.”
”Lalu, mencintai karena Allah, adalah mencintai sesuatu, sesuai kehendak Allah. Tidakkah Rasulullah SAW menikahi para janda tua, janda-janda para mujahid syahid, karena Allah? Wallahu’alam bis shawab. Semoga benar.”
Barangsiapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, maka sempurnalah imannya. (HR. Abu Dawud)
Barangsiapa mengutamakan kecintaan Allah atas kecintaan manusia maka Allah akan melindunginya dari beban gangguan manusia. (HR. Ad-Dailami)
Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah hendaklah dia mengamati bagaimana kedudukan Allah dalam dirinya. Sesungguhnya Allah menempatkan hambaNya dalam kedudukan sebagaimana dia menempatkan kedudukan Allah pada dirinya. (HR. Al Hakim)
Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak memandang postur tubuhmu dan tidak pula pada kedudukan maupun harta kekayaanmu, tetapi Allah memandang pada hatimu. Barangsiapa memiliki hati yang shaleh maka Allah menyukainya. Bani Adam yang paling dicintai Allah ialah yang paling bertakwa. (HR. Ath-Thabrani dan Muslim)
Dari Mu’adz bin Jabal ra. berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, “Wajib untuk mendapatkan kecintaan-Ku orang-orang yang saling mencintai karena Aku dan yang saling berkunjung karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku.” (HR. Ahmad).
Sesungguhnya bagi Allah SWT ada hamba yang dihari Kiamat dipersiapkan mimbar untuk mereka, mimbar-mimbar tersebut diduduki oleh mereka/suatu kaum yang berpakaian dari nur/cahaya, dan wajah merekapun bercahaya, mereka bukan para Nabi ataupun orang-orang yang mati syahid, malahan para nabi dan para syuhadapun sangat mendambakannya/iri pada mereka. Lalu para sahabat bertanya: siapakah mereka itu ya Rasul? Jawab beliau SAW: merekalah orang-orang yang saling mencintai dan menyayangi semata karena Allah, saling berziarah (berkunjung) semata karena Allah, dan saling duduk/bergaul juga semata karena Allah SWT (HR. Thabrani dalam Al-Ausath)
Serupa dengan Hadits ini, Hadist dari Umar bin Khattab, diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar dalam at-Tamhid Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Allah mempunyai hamba-hamba yang bukan nabi & bukan syuhada, tapi para nabi & syuhada tertarik oleh kedudukan mereka di sisi Allah.”
Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, siapa mereka & bagaimana amal mereka? Semoga saja kami bisa mencintai mereka.”
Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai dengan karunia dari Allah. Mereka tidak memiliki hubungan nasab & tidak memiliki harta yang mereka kelola bersama. Demi Allah mereka adalah cahaya & mereka kelak akan ada di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka tidak merasa takut ketika banyak manusia merasa takut. Mereka tidak bersedih ketika banyak manusia bersedih”
Kemudian Rasulullaah Shalallaahu’ alaihi wassalam membacakan firman Allah, “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (QS Yunus :62)
Hal yang harus diperhatikan oleh orang yang saling mencintai karena Allah adalah untuk terus melakukan evaluasi diri dari waktu ke waktu. Adakah sesuatu yang mengotori kecintaan tersebut berasal dari berbagai kepentingan duniawi? Segala sesuatu untuk Allah akan berlangsung terus-menerus, permanen, sedangkan segala sesuatu untuk diri sendiri bersifat sementara. Oleh sebab itu ambillah yang permanen, jangan yang bersifat sementara.
Cinta adalah anugerah yang paling berharga yang diberikan oleh Allah kepada kita melalui Rasulullah SAW. Pada saat kalian memberikan cinta kepada seseorang berarti kalian memberikan sesuatu yang paling berharga yang kalian miliki.
Berikanlah cinta itu kepada Allah, karena Allah, agar menjadi permanen. Jika kalian memberi cinta yang sifatnya sementara, itu berarti munafiq, dan sesungguhnya Allah akan menguji kalian dengan cinta kalian.
Cinta yang dijalin karena kepentingan duniawi tidak mungkin bisa langgeng. Bila manfaat duniawi sudah tidak diperoleh biasanya mereka dengan sendirinya berpisah, bahkan mungkin bermusuhan.
Berbeda dengan cinta yang dijalin karena Allah, tidak ada maksud dan tujuan kecuali Allah dan tidak mengharapan balasan kecuali dari Allah, mereka akan menjadi saudara yang saling mengasihi dan saling membantu, persaudaraan itu tetap akan berlanjut hingga di negeri Akhirat.
Allah berfirman, artinya, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS/Qur’an Surat Az-Zukhruf: 67)
“Ya Allah, anugerahilah kami hati yang bisa mencintai teman-teman kami hanya karena mengharap keridhaan-Mu. Amin.” (Doa Ibnu Umar)
Dan konon ada pula sebuah pertanyaan seorang Ustadz (guru agama) pada seorang Santri muda:
“Apakah sama perasaan pandanganmu ketika melihat seorang gadis cantik dibandingkan dengan seorang nenek keriput peot?”
“Beda!” jawabnya polos.
“Di situlah kesalahannya” jawab Ustadz tadi, “Mestinya, jika kamu memandang nenek-nenek itu, ada terbesit kekaguman bahwa mungkin sekali nenek ini dulunya cantik, dan apapun juga, ia adalah ciptaan Allah, maka alangkah indahnya ciptaan Allah. Mereka adalah ciptaan Allah, Tuhan yang pantas kau cintai, dan kau cintai pula makhlukNya, dengan jalanNya. Untuk apa mengagumi ciptaan Allah dengan bermaksiat kepada NYA, memandang lawan jenis dengan perasaan berdosa?”
Pokok ibadah, menurut Imam Ibnu al Qayyim, adalah cinta kepada Allah, bahkan mengkhususkan hanya cinta kepada Allah semata. Jadi, hendaklah semua cinta itu hanya kepada Allah, mencintai sesuatu itu hanyalah karena Allah dan berada di jalan Allah.
Cinta sejati adalah bilamana seluruh dirimu akan kau serahkan untuk Allah, hingga tidak tersisa sama sekali untukmu (lantaran seluruhnya sudah engkau berikan kepada Allah) dan hendaklah engkau cemburu (ghirah), bila ada orang yang mencintai Allah melebihi cintamu kepada-Nya.
Cinta adalah fitrah yang diberikan Allah kepada manusia. Cinta adalah ketertarikan kepada sesuatu karena keindahan dan manfaatnya, yang membuat seseorang ingin menguasai atau memiliki yang dicintainya itu.
Yang umum dialami oleh manusia dalam perjalanan hidupnya adalah cinta antara laki-laki dan perempuan, karena itulah Allah SWT menciptakan Hawa sebagai pendamping Adam AS, Allah memberikan rasa cinta kepada keduanya, sehingga ketika keduanya terpisah, mereka saling mencari satu sama lain, untuk kemudian bertemu dan hidup bersama. Cinta ini diiringi oleh hawa nafsu, yang juga adalah naluri kemanusiaan.
Suatu teladan tentang pengendalian cinta dan hawa nafsu ini diabadikan oleh Allah SWT dalam Al Quran surat Yusuf. Istri sang penguasa Mesir saat itu tertarik oleh Nabi Yusuf AS dikarenakan ketampanannya, demikian pula sebaliknya. Dan ketika hawa nafsu mendorong mereka untuk berbuat lebih jauh, maka Nabi Yusuf memohon perlindungan kepada Allah SWT agar tidak sampai berbuat zalim.
Firman Allah SWT dalam Al Quran Surat Yusuf (24): “Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud melakukannya pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.”
Cinta yang dikaruniakan Allah kepada seorang laki-laki dan perempuan adalah juga tuntunan naluri untuk memilih pasangan hidup. Walaupun ada yang memilih untuk lebih dulu memilih pasangan hidup baru menumbuhkan cinta itu di dalam mahligai pernikahan, apapun pilihannya, niatkanlah pernikahan ini sebagai ibadah karena ketaqwaan dan kecintaan kita kepada Allah SWT.
Kebanyakan kita, secara bercanda atau tidak, mengganggap pernikahan ini identik dengan melegalkan suatu perbuatan yang tadinya dilarang, berhubungan dengan hawa nafsu tadi, sehingga tidak jarang untuk mencapai tujuan duniawi tersebut seseorang hingga menzalimi diri orang lain bahkan mengorbankan iman dan aqidahnya. Jika demikian, pantaskah kita menjalani pernikahan itu dengan mengharap keridhaanNya?
Ingatlah firman Allah SWT dalam Al Quran surat Ali Imran (14):
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita, anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
Imam Ibnu al Qayyim membagi perasaan cinta laki-laki kepada perempuan:
1.Mencintai wanita dengan maksud ketaatan dan taqarrab (mendekat) kepada Allah. Ini merupakan cinta kepada istri yang dimiliki, cinta yang bermanfaat dan menghantarkan pada tujuan yang disyariatkan Allah dan pernikahan, DAPAT MENAHAN PANDANGAN MATA DAN HATI UNTUK MELIRIK WANITA SELAIN ISTRINYA. Orang semacam ini dipuji di sisi Allah dan di tengah manusia.
2. Cinta yang dibenci Allah dan menjauhkan dari Rahmatnya. Cinta kepada yang tidak dicintai Allah, dan ini yang berbahaya, dapat mengancam agama dan dunianya. Siapa yang memiliki ini dia hina dihadapan Allah. Mengobatinya dengan memohon pertolongan kepada Allah yang membolak balikan hati. Sibuk mengingatNYA, mengganti cinta itu dengan cinta hanya padaNYA.
3. Cinta yang mubah (tak ada manfaat bayak, lebih baik tidak). Cinta yang datang tiba-tiba, seperti mencintai wanita cantik, atau yang sifat si perempuan ceritakan kepadanya atau dilihat secara tidak sengaja. Yang paling bermanfaat adalah dengan membuang jauh-jauh cinta itu dengan hal yang lebih bermanfaat. Menjaga kehormatan diri dan sabar dalam menghadapi ujian cinta ini. Sehingga dengannya Allah memberi pahala. walau harus bertarung dengan hati. Obatnya hanya: pertama berpuasa (termasuk puasa pandangan, perasaan, pikiran, dll dari nafsu), kedua menikah dengan yang dicintainya.
Wallahu’alam bis shawab. Astaghfirullah al azhiim.
Wassalaamu’alaikum W W. – Abu Taqi Machicky Mayestino